1. TBC
Indonesia
masih masuk dalam 10 negara dengan beban Tuberkulosis (TB) terbanyak di dunia.
Total kasus baru TB dilaporkan sebanyak 450 ribu per tahun dan prevalensi
sekitar 690 ribu per tahun, seperti dilaporkan oleh Organisasi PBB untuk
Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global
Report 2011.
"Sejak tahun 2010, WHO tidak lagi menyebutkan ranking negara, tetapi Indonesia memang masih termasuk 10 besar negara dengan beban permasalahan TB terbesar dari total 22 negara dengan beban TB terbesar," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/5).
Sejak tahun 2010, ia menambahkan, pemerintah telah mencanangkan strategi nasional pengendalian TB yang bertujuan untuk memberi akses universal layanan TB berkualitas, untuk menjamin agar semua kasus TB yang ditemukan dapat didiagnosa dan diobati dengan benar.
Salah satu hambatan dalam memerangi TB, lanjut Tjandra, adalah belum semua kasus berhasil ditemukan, terutama di RS swasta dan dokter praktik. "Saat ini Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (ID) untuk meningkatkan upaya pelayanan TB sesuai dengan standar internasional pada dokter praktik," imbuhnya.
Sementara upaya pengendalian TB yang sudah dicapai antara lain, 300 ribu kasus yang terlaporkan setiap tahun, angka kesembuhan meningkat menjadi sekitar 91 persen, dan angka kematian akibat TB sudah jauh menurun yaitu sebesar 27/100.000, dibandingkan dengan data dasar perhitungan target MDG tahun 1990 sebesar 92/100.000.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, penurunan insiden TB sebesar 45 persen pada tahun 2010, dibandingkan tahun 1990 atau dari 343 per 100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk. Di samping itu, Kemenkes juga mencatat penurunan prevalensi TB sebesar 35 persen, yaitu dari 443 per 100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk.
Tahun 2011, Indonesia telah mencapai angka penemuan kasus 82.69 persen dan melampaui target global sebesar 70 persen. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan juga mencapai 90,29 persen dan melampaui target RPJMN sebesar 86 persen.
Tjandra mengungkapkan permasalahan lain yang muncul dalam eliminasi TB adalah munculnya kasus resistensi obat lini pertama, meskipun jumlahnya masih sangat sedikit. "WHO Global Report melaporkan tingkat resistensi yang masih cukup rendah di antara kasus baru sekitar 2 persen dan kasus re-treatment 17 persen, yang hasilnya hampir sama dengan survei resistensi obat yang dilaksanakan Kemenkes di Jawa Tengah (2007) dan Jawa Timur (2009)," sambungnya.
Kasus TB yang tidak diobati dengan baik sesuai dengan standar mulai diagnosis, pengobatan, kepatuhan dan ketuntasan pengobatan serta terlaporkan agar bisa dipantau kesembuhannya, dikatakan Tjandra merupakan pemicu terjadinya TB-MDR (multidrugs resistence).
Pengobatan untuk TB-MDR di Indonesia saat ini dibantu oleh dana dari Global Fund, meskipun secara bertahap pemerintah Indonesia diharapkan dapat menggunakan dana APBN, karena Global Fund secara berangsur-berangsur mengurangi jumlah bantuan itu.
Tjandra mengatakan, untuk mencegah terjadinya TB-MDR, pemerintah melakukan upaya dalam tiga hal. Pertama, peningkatan akses universal untuk layanan TB berkualitas. Kedua, meningkatkan deteksi suspek TB-MDR sedini mungkin. Ketiga, melaksanakan pengobatan yang tepat untuk memutus mata rantai kuman resisten dan meningkatkan kegiatan pengawasan untuk memantau kecenderungan peningkatan epidemi TB-MDR.
Pemerintah saat ini menyediakan sarana pemeriksaan dan pengobatan TB di seluruh Indonesia, baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Dan seluruh biaya pengobatan TB di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah dijamin oleh Pemerintah atau digratiskan. Data hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menempatkan TB di urutan pertama penyakit menular penyebab kematian, baik di perkotaan maupun di pedesaan. TB termasuk penyakit infeksi menular dengan transmisi melalui udara dan menyerang penderita yang umumnya berada pada golongan usia produktif, sehingga menimbulkan risiko tinggi dan menyebabkan dampak ekonomi yang luas.
"Sejak tahun 2010, WHO tidak lagi menyebutkan ranking negara, tetapi Indonesia memang masih termasuk 10 besar negara dengan beban permasalahan TB terbesar dari total 22 negara dengan beban TB terbesar," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/5).
Sejak tahun 2010, ia menambahkan, pemerintah telah mencanangkan strategi nasional pengendalian TB yang bertujuan untuk memberi akses universal layanan TB berkualitas, untuk menjamin agar semua kasus TB yang ditemukan dapat didiagnosa dan diobati dengan benar.
Salah satu hambatan dalam memerangi TB, lanjut Tjandra, adalah belum semua kasus berhasil ditemukan, terutama di RS swasta dan dokter praktik. "Saat ini Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (ID) untuk meningkatkan upaya pelayanan TB sesuai dengan standar internasional pada dokter praktik," imbuhnya.
Sementara upaya pengendalian TB yang sudah dicapai antara lain, 300 ribu kasus yang terlaporkan setiap tahun, angka kesembuhan meningkat menjadi sekitar 91 persen, dan angka kematian akibat TB sudah jauh menurun yaitu sebesar 27/100.000, dibandingkan dengan data dasar perhitungan target MDG tahun 1990 sebesar 92/100.000.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, penurunan insiden TB sebesar 45 persen pada tahun 2010, dibandingkan tahun 1990 atau dari 343 per 100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk. Di samping itu, Kemenkes juga mencatat penurunan prevalensi TB sebesar 35 persen, yaitu dari 443 per 100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk.
Tahun 2011, Indonesia telah mencapai angka penemuan kasus 82.69 persen dan melampaui target global sebesar 70 persen. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan juga mencapai 90,29 persen dan melampaui target RPJMN sebesar 86 persen.
Tjandra mengungkapkan permasalahan lain yang muncul dalam eliminasi TB adalah munculnya kasus resistensi obat lini pertama, meskipun jumlahnya masih sangat sedikit. "WHO Global Report melaporkan tingkat resistensi yang masih cukup rendah di antara kasus baru sekitar 2 persen dan kasus re-treatment 17 persen, yang hasilnya hampir sama dengan survei resistensi obat yang dilaksanakan Kemenkes di Jawa Tengah (2007) dan Jawa Timur (2009)," sambungnya.
Kasus TB yang tidak diobati dengan baik sesuai dengan standar mulai diagnosis, pengobatan, kepatuhan dan ketuntasan pengobatan serta terlaporkan agar bisa dipantau kesembuhannya, dikatakan Tjandra merupakan pemicu terjadinya TB-MDR (multidrugs resistence).
Pengobatan untuk TB-MDR di Indonesia saat ini dibantu oleh dana dari Global Fund, meskipun secara bertahap pemerintah Indonesia diharapkan dapat menggunakan dana APBN, karena Global Fund secara berangsur-berangsur mengurangi jumlah bantuan itu.
Tjandra mengatakan, untuk mencegah terjadinya TB-MDR, pemerintah melakukan upaya dalam tiga hal. Pertama, peningkatan akses universal untuk layanan TB berkualitas. Kedua, meningkatkan deteksi suspek TB-MDR sedini mungkin. Ketiga, melaksanakan pengobatan yang tepat untuk memutus mata rantai kuman resisten dan meningkatkan kegiatan pengawasan untuk memantau kecenderungan peningkatan epidemi TB-MDR.
Pemerintah saat ini menyediakan sarana pemeriksaan dan pengobatan TB di seluruh Indonesia, baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Dan seluruh biaya pengobatan TB di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah dijamin oleh Pemerintah atau digratiskan. Data hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menempatkan TB di urutan pertama penyakit menular penyebab kematian, baik di perkotaan maupun di pedesaan. TB termasuk penyakit infeksi menular dengan transmisi melalui udara dan menyerang penderita yang umumnya berada pada golongan usia produktif, sehingga menimbulkan risiko tinggi dan menyebabkan dampak ekonomi yang luas.
Cara penularan
Biasanya menular
melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang
dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan
terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada
orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal,
saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
2. HIV/AIDS
Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan laporan Ditjen
Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan RI
mengalami peningkatan. “Jumlah kasus HIV/AIDS tiap tahunnya mengalami
peningkatan karena banyak masyarakat yang tertular dan baru menyadari bahwa
dirinya berpenyakit HIV dan AIDS,” kata Humas Palang
Merah Indonesia Kota Jakarta Timur Dewi Rahmadania, di Jakarta, Kamis.
Menurut
data Ditjen PPM dan PL Depkes RI, lanjut dia, dalam triwulan pertama, Januari
hingga Maret 2011, dilaporkan tambahan kasus AIDS mencapai 351. “Kasus `acquired immune deficiency syndrome or
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)` dan `human immunodeficiency virus (HIV)` terbanyak dilaporkan di DKI Jakarta
sebanyak 3. 995 dan kasus HIV sebesar 15.769,” katanya.
Ia
menjelaskan, secara kumulatif kasus pengidap HIV/AIDS dari tanggal 1 Januari
1987 hingga Maret 2011 mencapai 24.482 kasus dengan angka kematian 4. 603
jiwa,” kata Dewi. Berdasarkan jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis
kelamin, yaitu laki-laki 17.840, akibat pengguna narkoba suntik (IDU) 8.553,
perempuan 6.553, akibat IDU 665 dan tidak diketahui 89, akibat IDU 52.
Selanjutnya,
kata dia, jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor resiko, yaitu akibat
heteroseksual 13.000, homo-biseksual 734, IDU 9.274, transfusi darah 49,
transmisi pinatal 637 dan tidak diketahui 783. Menurut dia, daerah yang rawan
di Jakarta Timur atas penularan HIV, di sekitar Prumpung, Pulo Gadung,
Jatinegara, Cakung, Pulo Gebang dan lain-lain. “Daerah tersebut menjadi rawan
penularan HIV karena terdapat area lokalisasi dan penginapan liar, dan yang
paling rawan terkena virus itu adalah kaum remaja,” kata Dewi.
Dia
menambahkan, penularan HIV yang cukup tinggi melalui hubungan seks yang
beresiko tanpa menggunakan kondom, menggunakan jarum suntik yang sudah tercemar
HIV secara bergantian, melalui transfusi darah yang tidak melalui uji saring
dan melalui ibu hamil yang terkena HIV “Saat ini belum ditemukan vaksin untuk
virus HIV, namun orang yang terinfeksi HIV bisa mendapatkan terapi
Anti-Retroviral (ARV) ,” katanya.
ARV,
kata dia, berfungsi sebagai penghambat perkembangan virus, mengurangi kadar
virus dalam Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) , menurunkan kadar viral load dan menaikan
kadar CD4 . “Hal yang tidak menularkan HIV, yaitu berjabat tangan, berpelukan,
digigit nyamuk, bersentuhan, berenang bersama, tinggal serumah dengan ODHA,
menggunakan toilet yang sama, dan menggunakan alat makan dan minum yang sama,”
ujar Dewi. (ANT-273/B/F002)
Editor: Ella Syafputri
Peningkatan
epidemiologi HIV-AIDS yang cenderung meningkat setiap tahunnya dimana dua cara
penularan utama melalui penularan melalui hubungan seksual dan penularan
penggunaan jarum suntik tak steril (terutama bagi pengguna narkoba suntik).
Tercatat
di Indonesia terdapat 195.000 ODHA, namun yang telah mendapatkan pengobatan
terapi ARV diperkirakan sekitar 5.000 ODHA. Hal ini yang perlu dilihat bahwa
perlu lebih banyak kegiatan sosialisasi guna mengurangi penderita HIV-AIDS.
Dalam rangka penangulanggan HIV-AIDS di Indonesia pula, IDI menyusun rencana
kegiatan dalam jangka waktu 3 tahun yaitu mulai tahun 2006 hingga 2008. Rencana
kegiatan ini akan disosialisasikan kesegala instansi pemerintah maupun IDI
cabang dan dinas kesehatan guna penyebaran penangulanggan HIVAIDS di plosok
Indonesia.
HIV
menular melalui:
Bersenggama
yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV-positif
masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu senggama yang
dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur; juga melalui mulut, walau
dengan kemungkinan kecil). Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain,
dan yang mengandung darah yang terinfeksi HIV. Menerima transfusi darah yang
terinfeksi HIV. Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan,
dan jika menyusui sendiri. Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur
sendiri, karena selain untuk kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada
risiko penularan dengan virus lain yang diangkut aliran darah (seperti
hepatitis), bukan hanya HIV.
3. CAMPAK
Campak
merupakan penyakit endemis, terutama di Negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Karena hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang
penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus
pertahun.
Mortalitas/kematian
kasus campak yang dirawat inap di Rumah Sakit pada tahun 1982 adalah
sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus atau case fatality rate
(CFR) sebesar 4,8%. Kemudian pada tahun 1984-1988 berdasarkan studi kasus
di rawat inap di rumah sakit terjadi peningkatan kasus pada bulan maret,dan
mencapai puncak pada bulan mei,agustus,September dan oktober. Dengan
menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan perincian
17,6% berumur<1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3%
berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.
Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan
terhadap campak,yaitu daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk
dan daya tahan tubuh yang lemah serta daerah dengan cakupan imunisasi yang
rendah.
Distribusi
kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dan 5-9
tahun, dan pada beherapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata
cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih tua (10-I4 tahun) Selanjutnya
kasus campak mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun 1996 (16 kematian,CFR
0,6%).
Cara
penularan
Penyakit
ini adalah melalui droplet dan kontak, yakni karena menghirup
Percikan
ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita morbili
atau campak. Artinya seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus
morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau dimana saja. Penderita
bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan
selama ruam kulit ada.
Masa
inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Sebelum vaksinasi campak
digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada
anak usia pra- sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita
campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan terhadap
campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada
seorang bayi yang lahirdari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).
4. HEPATITIS
Data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi nasional hepatitis klinis sebesar 0,6
persen. Sebanyak 13 provinsi di Indonesia memiliki prevalensi di atas nasional.
Kasus penderita hepatitis tertinggi di provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa
Tenggara Timur (NTT). Penyakit hepatitis kronik menduduki urutan kedua
berdasarkan penyebab kematian pada golongan semua umur dari kelompok penyakit
menular. “Rata-rata
penderita hepatitis antara umur 15 – 44 tahun untuk di pedesaan. Penyakit hati
ini menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian. Sedangkan di daerah
perkotaan menduduki urutan ketiga,” kata Menteri Kesehatan Endang
Rahayu Sedyaningsih dalam peringatan di RS Dr Sardjito Yogyakarta, di Jalan
Kesehatan.
Hari
Hepatitis sedunia yang dipusatkan di Yogyakarta. Kota Yogyakarta yang pernah
tercatat memiliki penderita hepatitis terbesar tercatat sebagai kota yang
sukses melakukan vaksinasi hepatitis yang melebihi target sebesar 104,5 persen.
Menurut Endang sebanyak 360 juta penduduk dunia mengidap hepatitis kronis.
Sekitar 130-170 juta penduduk dunia merupakan pengidap virus hepatitis C dengan
angka kematian lebih dari 350 ribu per tahun.
Di
Indonesia sekitar 15 juta orang menderita hepatitis B dan C yang berpotensi
menderita Chronic Liver Deseases. Untuk mengurangi dan menanggulangi penyakit
tersebut kata Endang, pemerintah telah melakukan upaya di antaranya pilot
project imunisasihepatitis B di Pulau Lombok. Selain itu juga dilakukan program
imunisasi? integrasi, yakni imunisasi hepatitis B dan program imunisasi rutin
secara nasional. “Ini
dilakukan dengan menyederhanakan jadwal imunisasi dengan vaksin kombinasi
(vaksin hepatitis B digabung dengan DPT atau DPT/HB,” katanya.
Endang
mengaku penyakit hepatitis masih merupakan masalah yang besar. Sebab masih
rendahnya kesadaran pemahaman masyarakat dan petugas kesehatan mengenai
penyakit ini. Selain itu data dan informasi serta cakupan imunisasi yang belum
merata menjadi salah satu kendala. “Semua
harus sadar bahwa hepatitis adalah masalah kesehatan masyarakat dunia yang
perlu dicegah dan diobati secara komprehensif,” katanya.
Oleh
karena itu lanjut Endang, Indonesia telah mengusulkan kepada WHO agar hepatitis
menjadi isu dunia dengan menetapkannya sebagai resolusi World Health Assembly
(WHA) tentang viral hepatitis. Usulan tersebut diterima WHO untuk dibahas dalam
sidang WHA atau majelis kesehatan sedunia ke-63 pada bulan Mei 2010 yang
menetapkan tanggal 28 Juli sebagai harihepatitis sedunia.
Cara
penularan
1.Hubungan
seksual dengan penderita hepatitis B atau C
2.Kontak dengan darah dari penderita hepatitis B atau C misalnya jarum suntik (pecandu narkoba), alat pencukur, sikat gigi, pakaian yang terkena darah, alat akupuntur, alat manikur dan gunting kuku, alat tato atau body piercing (tindik) yang tidak steril, bahkan pada saat berkelahi (jika terdapat luka terbuka pada kedua pihak).
2.Kontak dengan darah dari penderita hepatitis B atau C misalnya jarum suntik (pecandu narkoba), alat pencukur, sikat gigi, pakaian yang terkena darah, alat akupuntur, alat manikur dan gunting kuku, alat tato atau body piercing (tindik) yang tidak steril, bahkan pada saat berkelahi (jika terdapat luka terbuka pada kedua pihak).
5. DIARE
Penyakit diare masih merupakan salah
satu penyebab utama masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari
segi angka kesakitan maupun angka kematiannya. Penyakit ini dapat menyerang
semua golongan umur dengan angka kesakitan berkisar 280 per 1000 penduduk dan
untuk balita menderita satu sampai satu setengah kali episode diare setiap
tahunnya atau 53% dari semua kesakitan diare.(Dep.Kes.RI,1998).
Angka kematian diare pada semua umur
selama dasawarsa terakhir dapat diturunkan dari 110,1 per 100.000 penduduk
(1985) rnenjadi 56 per 100.000 penduduk ( 1995). Sedangkan kematian karena
diare pada kelompok balita diturunkan dari 5,7 per seribu balita menjadi 2,5
per seribu balita pada episode yang sama. (Dep. Kes.RI,1998)
Bedasarkan UU No. 23 Tahun 1992
tentang kesehatan yang ditetapkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi seiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan
pendekatan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu
dan berkesinambungan.
Diare dapat timbul dalam bentuk KLB
dengan jumlah penderita dan kematian yang besar. Fasilitas kasus (CFR) terjadi
penurunan yang cukup bermakna dari 35 % (awal Repelita I) menjadi dibawah 3 %
pada akhir Repelita VI. Penurunan CFR yang nyata dikarenakan makin meningkatnya
manajemen penanggulangan KLB. (Dep.Kes. RI, 1998).
Menurut
hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 proporsi penyakit infeksi
dan parasit sebagai penyebab kematian adalah 22,7%. Kematian bayi dibawah umur
1 tahun 33,5% disebabkan oleh gangguan prenatal dan 32,1% oleh penyakit sistem
pernapasan. Diare sebagai bagian dari kelompok penyakit infeksi dan parasit,
proporsinya sebesar 9,6 % sebagai penyebab kematian pada bayi dibawah 1 tahun.
Pada kematian anak balita golongan
umur 1-4 tahun, proporsi penyebab kematian paling tinggi adalah penyakit sistem
pernapasan yaitu sebesar 38,8%, kemudian penyakit diare serta infeksi/parasit
lain masing-masing sebesar 14,3%. Kematian anak pada kelompok umur 1-4 tahun
terutama disebabkan oleh penyakit infeksi dan parasit dengan proporsi sebesar
44,7%, pernapasan 13%. Sedangkan pada kelompok umur 15-34 tahun, penyakit
infeksi dan parasit menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian yaitu
sebesar 36,5%, berturut-turut infeksi dan parasit lain 16,8%, kemudian TBC
13,9%.
Tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat diare disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain
kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan,
pendidikan, faktor musim dan geografi daerah, keadaan sosial pencegahan
pemberantasan penyakit diare tidak akan berhasil baik tanpa adanya kesadaran
yang tinggi dari masyarakat untuk ikut berpartisipasi didalamnya serta kesiapan
petugas kesehatan dilapangan. yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan perilaku Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare di Pulau laut
RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta pusat pada tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
kesakitan diare sebanyak 1.066 kasus.
Dengan melihat data di atas maka
sangat penting sekali untuk dilakukan penelitian tentang Gambaran Epidemiologi
Penyakit Diare berdasarkan tempat, orang dan waktu pemberantasan penyakit diare
di Pulau laut RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta pusat.
Cara Penularan
Agen infeksius yang menyebabkan penyakit diare biasanya
ditularkan melalui jalur fecal-oral, terutama karena (Depkes RI, 1990):
1. Menelan makanan yang
terkontaminasi atau air.
2. Kontak dengan tangan yang
terkontaminasi.
4. Tidak memadainya penyediaan
air bersih (jumlah tidak cukup).
5. Air tercemar oleh tinja.
6. Kekurangan sarana
kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis).
7. Kebersihan
perorangan dan lingkungan yang jelek
Obat herbal Dr. imoloa yang hebat adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa apa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun yang dimediasi. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dysthymic, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Maligna, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... 2347081986098}}
BalasHapus