Minggu, 02 Desember 2012

Lima Penyakit Menular yang Memiliki Insiden Tertinggi di Indonesia


1.      TBC
Indonesia masih masuk dalam 10 negara dengan beban Tuberkulosis (TB) terbanyak di dunia. Total kasus baru TB dilaporkan sebanyak 450 ribu per tahun dan prevalensi sekitar 690 ribu per tahun, seperti dilaporkan oleh Organisasi PBB untuk Kesehatan Dunia (WHO) dalam Global Report 2011.

"Sejak tahun 2010, WHO tidak lagi menyebutkan ranking negara, tetapi Indonesia memang masih termasuk 10 besar negara dengan beban permasalahan TB terbesar dari total 22 negara dengan beban TB terbesar," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/5).

Sejak tahun 2010, ia menambahkan, pemerintah telah mencanangkan strategi nasional pengendalian TB yang bertujuan untuk memberi akses universal layanan TB berkualitas, untuk menjamin agar semua kasus TB yang ditemukan dapat didiagnosa dan diobati dengan benar.

Salah satu hambatan dalam memerangi TB, lanjut Tjandra, adalah belum semua kasus berhasil ditemukan, terutama di RS swasta dan dokter praktik. "Saat ini Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (ID) untuk meningkatkan upaya pelayanan TB sesuai dengan standar internasional pada dokter praktik," imbuhnya.

Sementara upaya pengendalian TB yang sudah dicapai antara lain, 300 ribu kasus yang terlaporkan setiap tahun, angka kesembuhan meningkat menjadi sekitar 91 persen, dan angka kematian akibat TB sudah jauh menurun yaitu sebesar 27/100.000, dibandingkan dengan data dasar perhitungan target MDG tahun 1990 sebesar 92/100.000.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, penurunan insiden TB sebesar 45 persen pada tahun 2010, dibandingkan tahun 1990 atau dari 343 per 100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000 penduduk. Di samping itu, Kemenkes juga mencatat penurunan prevalensi TB sebesar 35 persen, yaitu dari 443 per 100.000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk.

Tahun 2011, Indonesia telah mencapai angka penemuan kasus 82.69 persen dan melampaui target global sebesar 70 persen. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan juga mencapai 90,29 persen dan melampaui target RPJMN sebesar 86 persen.

Tjandra mengungkapkan permasalahan lain yang muncul dalam eliminasi TB adalah munculnya kasus resistensi obat lini pertama, meskipun jumlahnya masih sangat sedikit. "WHO Global Report melaporkan tingkat resistensi yang masih cukup rendah di antara kasus baru sekitar 2 persen dan kasus re-treatment 17 persen, yang hasilnya hampir sama dengan survei resistensi obat yang dilaksanakan Kemenkes di Jawa Tengah (2007) dan Jawa Timur (2009)," sambungnya.

Kasus TB yang tidak diobati dengan baik sesuai dengan standar mulai diagnosis, pengobatan, kepatuhan dan ketuntasan pengobatan serta terlaporkan agar bisa dipantau kesembuhannya, dikatakan Tjandra merupakan pemicu terjadinya TB-MDR (multidrugs resistence).

Pengobatan untuk TB-MDR di Indonesia saat ini dibantu oleh dana dari Global Fund, meskipun secara bertahap pemerintah Indonesia diharapkan dapat menggunakan dana APBN, karena Global Fund secara berangsur-berangsur mengurangi jumlah bantuan itu.

Tjandra mengatakan, untuk mencegah terjadinya TB-MDR, pemerintah melakukan upaya dalam tiga hal. Pertama, peningkatan akses universal untuk layanan TB berkualitas. Kedua, meningkatkan deteksi suspek TB-MDR sedini mungkin. Ketiga, melaksanakan pengobatan yang tepat untuk memutus mata rantai kuman resisten dan meningkatkan kegiatan pengawasan untuk memantau kecenderungan peningkatan epidemi TB-MDR.

Pemerintah saat ini menyediakan sarana pemeriksaan dan pengobatan TB di seluruh Indonesia, baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Dan seluruh biaya pengobatan TB di fasilitas pelayanan kesehatan Pemerintah dijamin oleh Pemerintah atau digratiskan. Data hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menempatkan TB di urutan pertama penyakit menular penyebab kematian, baik di perkotaan maupun di pedesaan. TB termasuk penyakit infeksi menular dengan transmisi melalui udara dan menyerang penderita yang umumnya berada pada golongan usia produktif, sehingga menimbulkan risiko tinggi dan menyebabkan dampak ekonomi yang luas.

Cara penularan
Biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.




2.      HIV/AIDS
Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan laporan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan RI mengalami peningkatan. “Jumlah kasus HIV/AIDS tiap tahunnya mengalami peningkatan karena banyak masyarakat yang tertular dan baru menyadari bahwa dirinya berpenyakit HIV dan AIDS,” kata Humas Palang Merah Indonesia Kota Jakarta Timur Dewi Rahmadania, di Jakarta, Kamis.
Menurut data Ditjen PPM dan PL Depkes RI, lanjut dia, dalam triwulan pertama, Januari hingga Maret 2011, dilaporkan tambahan kasus AIDS mencapai 351. “Kasus `acquired immune deficiency syndrome or acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)` dan `human immunodeficiency virus (HIV)` terbanyak dilaporkan di DKI Jakarta sebanyak 3. 995 dan kasus HIV sebesar 15.769,” katanya.
Ia menjelaskan, secara kumulatif kasus pengidap HIV/AIDS dari tanggal 1 Januari 1987 hingga Maret 2011 mencapai 24.482 kasus dengan angka kematian 4. 603 jiwa,” kata Dewi. Berdasarkan jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin, yaitu laki-laki 17.840, akibat pengguna narkoba suntik (IDU) 8.553, perempuan 6.553, akibat IDU 665 dan tidak diketahui 89, akibat IDU 52.
Selanjutnya, kata dia, jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor resiko, yaitu akibat heteroseksual 13.000, homo-biseksual 734, IDU 9.274, transfusi darah 49, transmisi pinatal 637 dan tidak diketahui 783. Menurut dia, daerah yang rawan di Jakarta Timur atas penularan HIV, di sekitar Prumpung, Pulo Gadung, Jatinegara, Cakung, Pulo Gebang dan lain-lain. “Daerah tersebut menjadi rawan penularan HIV karena terdapat area lokalisasi dan penginapan liar, dan yang paling rawan terkena virus itu adalah kaum remaja,” kata Dewi.
Dia menambahkan, penularan HIV yang cukup tinggi melalui hubungan seks yang beresiko tanpa menggunakan kondom, menggunakan jarum suntik yang sudah tercemar HIV secara bergantian, melalui transfusi darah yang tidak melalui uji saring dan melalui ibu hamil yang terkena HIV “Saat ini belum ditemukan vaksin untuk virus HIV, namun orang yang terinfeksi HIV bisa mendapatkan terapi Anti-Retroviral (ARV) ,” katanya.
ARV, kata dia, berfungsi sebagai penghambat perkembangan virus, mengurangi kadar virus dalam Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) , menurunkan kadar viral load dan menaikan kadar CD4 . “Hal yang tidak menularkan HIV, yaitu berjabat tangan, berpelukan, digigit nyamuk, bersentuhan, berenang bersama, tinggal serumah dengan ODHA, menggunakan toilet yang sama, dan menggunakan alat makan dan minum yang sama,” ujar Dewi. (ANT-273/B/F002) Editor: Ella Syafputri
Peningkatan epidemiologi HIV-AIDS yang cenderung meningkat setiap tahunnya dimana dua cara penularan utama melalui penularan melalui hubungan seksual dan penularan penggunaan jarum suntik tak steril (terutama bagi pengguna narkoba suntik).

Tercatat di Indonesia terdapat 195.000 ODHA, namun yang telah mendapatkan pengobatan terapi ARV diperkirakan sekitar 5.000 ODHA. Hal ini yang perlu dilihat bahwa perlu lebih banyak kegiatan sosialisasi guna mengurangi penderita HIV-AIDS. Dalam rangka penangulanggan HIV-AIDS di Indonesia pula, IDI menyusun rencana kegiatan dalam jangka waktu 3 tahun yaitu mulai tahun 2006 hingga 2008. Rencana kegiatan ini akan disosialisasikan kesegala instansi pemerintah maupun IDI cabang dan dinas kesehatan guna penyebaran penangulanggan HIVAIDS di plosok Indonesia.

HIV menular melalui:
Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari orang HIV-positif masuk ke aliran darah orang yang belum terinfeksi (yaitu senggama yang dilakukan tanpa kondom melalui vagina atau dubur; juga melalui mulut, walau dengan kemungkinan kecil). Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung darah yang terinfeksi HIV. Menerima transfusi darah yang terinfeksi HIV. Dari ibu HIV-positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika menyusui sendiri. Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur sendiri, karena selain untuk kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada risiko penularan dengan virus lain yang diangkut aliran darah (seperti hepatitis), bukan hanya HIV.

3.      CAMPAK
Campak merupakan penyakit endemis, terutama di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Karena hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.

Mortalitas/kematian kasus campak yang dirawat inap di  Rumah Sakit pada tahun 1982 adalah sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus atau case fatality rate (CFR) sebesar 4,8%. Kemudian  pada tahun 1984-1988 berdasarkan studi kasus di rawat inap di rumah sakit terjadi peningkatan kasus pada bulan maret,dan mencapai puncak pada bulan mei,agustus,September dan oktober. Dengan menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur<1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.

 Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak,yaitu daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah serta daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah.

Distribusi kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dan 5-9 tahun, dan pada beherapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih tua (10-I4 tahun) Selanjutnya kasus campak mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun 1996 (16 kematian,CFR 0,6%).

Cara penularan

Penyakit ini adalah melalui droplet dan kontak, yakni karena menghirup
Percikan ludah (droplet) dari hidung, mulut maupun  tenggorokan penderita morbili atau campak. Artinya seseorang dapat tertular campak bila menghirup virus morbili, bisa di tempat umum, di kendaraan atau dimana saja.  Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.

Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak usia pra- sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahirdari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun).



4.      HEPATITIS
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi nasional hepatitis klinis sebesar 0,6 persen. Sebanyak 13 provinsi di Indonesia memiliki prevalensi di atas nasional. Kasus penderita hepatitis tertinggi di provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Penyakit hepatitis kronik menduduki urutan kedua berdasarkan penyebab kematian pada golongan semua umur dari kelompok penyakit menular. “Rata-rata penderita hepatitis antara umur 15 – 44 tahun untuk di pedesaan. Penyakit hati ini menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian. Sedangkan di daerah perkotaan menduduki urutan ketiga,” kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dalam peringatan di RS Dr Sardjito Yogyakarta, di Jalan Kesehatan.
Hari Hepatitis sedunia yang dipusatkan di Yogyakarta. Kota Yogyakarta yang pernah tercatat memiliki penderita hepatitis terbesar tercatat sebagai kota yang sukses melakukan vaksinasi hepatitis yang melebihi target sebesar 104,5 persen. Menurut Endang sebanyak 360 juta penduduk dunia mengidap hepatitis kronis. Sekitar 130-170 juta penduduk dunia merupakan pengidap virus hepatitis C dengan angka kematian lebih dari 350 ribu per tahun.
Di Indonesia sekitar 15 juta orang menderita hepatitis B dan C yang berpotensi menderita Chronic Liver Deseases. Untuk mengurangi dan menanggulangi penyakit tersebut kata Endang, pemerintah telah melakukan upaya di antaranya pilot project imunisasihepatitis B di Pulau Lombok. Selain itu juga dilakukan program imunisasi? integrasi, yakni imunisasi hepatitis B dan program imunisasi rutin secara nasional. “Ini dilakukan dengan menyederhanakan jadwal imunisasi dengan vaksin kombinasi (vaksin hepatitis B digabung dengan DPT atau DPT/HB,” katanya.
Endang mengaku penyakit hepatitis masih merupakan masalah yang besar. Sebab masih rendahnya kesadaran pemahaman masyarakat dan petugas kesehatan mengenai penyakit ini. Selain itu data dan informasi serta cakupan imunisasi yang belum merata menjadi salah satu kendala. “Semua harus sadar bahwa hepatitis adalah masalah kesehatan masyarakat dunia yang perlu dicegah dan diobati secara komprehensif,” katanya.
Oleh karena itu lanjut Endang, Indonesia telah mengusulkan kepada WHO agar hepatitis menjadi isu dunia dengan menetapkannya sebagai resolusi World Health Assembly (WHA) tentang viral hepatitis. Usulan tersebut diterima WHO untuk dibahas dalam sidang WHA atau majelis kesehatan sedunia ke-63 pada bulan Mei 2010 yang menetapkan tanggal 28 Juli sebagai harihepatitis sedunia.
Cara penularan
1.Hubungan seksual dengan penderita hepatitis B atau C
2.Kontak dengan darah dari penderita hepatitis B atau C misalnya jarum suntik (pecandu narkoba), alat pencukur, sikat gigi, pakaian yang terkena darah, alat akupuntur, alat manikur dan gunting kuku, alat tato atau body piercing (tindik) yang tidak steril, bahkan pada saat berkelahi (jika terdapat luka terbuka pada kedua pihak).

5.      DIARE
Penyakit diare masih merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari segi angka kesakitan  maupun angka kematiannya. Penyakit ini dapat menyerang semua golongan umur dengan angka kesakitan berkisar 280 per 1000 penduduk dan untuk balita menderita satu sampai satu setengah kali episode diare setiap tahunnya atau 53% dari semua kesakitan diare.(Dep.Kes.RI,1998).

Angka kematian diare pada semua umur selama dasawarsa terakhir dapat diturunkan dari 110,1 per 100.000 penduduk (1985) rnenjadi 56 per 100.000 penduduk ( 1995). Sedangkan kematian karena diare pada kelompok balita diturunkan dari 5,7 per seribu balita menjadi 2,5 per seribu balita pada episode yang sama. (Dep. Kes.RI,1998)

Bedasarkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang ditetapkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi seiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Diare dapat timbul dalam bentuk KLB dengan jumlah penderita dan kematian yang besar. Fasilitas kasus (CFR) terjadi penurunan yang cukup bermakna dari 35 % (awal Repelita I) menjadi dibawah 3 % pada akhir Repelita VI. Penurunan CFR yang nyata dikarenakan makin meningkatnya manajemen penanggulangan KLB. (Dep.Kes. RI, 1998).

Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 proporsi penyakit infeksi dan parasit sebagai penyebab kematian adalah 22,7%. Kematian bayi dibawah umur 1 tahun 33,5% disebabkan oleh gangguan prenatal dan 32,1% oleh penyakit sistem pernapasan. Diare sebagai bagian dari kelompok penyakit infeksi dan parasit, proporsinya sebesar 9,6 % sebagai penyebab kematian pada bayi dibawah 1 tahun.

Pada kematian anak balita golongan umur 1-4 tahun, proporsi penyebab kematian paling tinggi adalah penyakit sistem pernapasan yaitu sebesar 38,8%, kemudian penyakit diare serta infeksi/parasit lain masing-masing sebesar 14,3%. Kematian anak pada kelompok umur 1-4 tahun terutama disebabkan oleh penyakit infeksi dan parasit dengan proporsi sebesar 44,7%, pernapasan 13%. Sedangkan pada kelompok umur 15-34 tahun, penyakit infeksi dan parasit menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian yaitu sebesar 36,5%, berturut-turut infeksi dan parasit lain 16,8%, kemudian TBC 13,9%.

Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, faktor musim dan geografi daerah, keadaan sosial pencegahan pemberantasan penyakit diare tidak akan berhasil baik tanpa adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat untuk ikut berpartisipasi didalamnya serta kesiapan petugas kesehatan dilapangan. yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan perilaku  Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare di Pulau laut RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta pusat pada tahun 2004 menunjukkan bahwa angka kesakitan diare sebanyak 1.066 kasus. 

Dengan melihat data di atas maka sangat penting sekali untuk dilakukan penelitian tentang Gambaran Epidemiologi Penyakit Diare berdasarkan tempat, orang dan waktu pemberantasan penyakit diare di Pulau laut RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta pusat.

Cara Penularan
Agen infeksius yang menyebabkan penyakit diare biasanya ditularkan melalui jalur fecal-oral, terutama karena (Depkes RI, 1990):
1.      Menelan makanan yang terkontaminasi atau air.
2.      Kontak dengan tangan yang terkontaminasi.
4.      Tidak memadainya penyediaan air bersih (jumlah tidak cukup).
5.      Air tercemar oleh tinja.
6.      Kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis).
7.      Kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek

1 komentar:

  1. Obat herbal Dr. imoloa yang hebat adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa apa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun yang dimediasi. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dysthymic, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Maligna, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... 2347081986098}}

    BalasHapus